Animal Farm, Alegori Apik Kritik Pemerintah

Judul : Animal Farm
Penulis : George Orwell
Tahun Terbit : 1945
Diterjemahkan kembali oleh Bakdi Soemanto
Tahun Terbit : 2015
Penerbit : Penerbit Bentang
Halaman : 140 halaman



Oleh : Shella Rafiqah Ully

Kali ini lewat kisah para binatang Orwell menyuarakan sindirannya pada sistem pemerintahan totaliterisme. Novel klasik fenomenal ini adalah satu diantara sekian suaranya yang bernada satire pada penguasa.

Dalam kumpulan essaynya yang berjudul The Prevention of Literature atau dalam terjemahan Indonesia berjudul Mereka yang tertindas. Orwell memperlihatkan dengan jelas dirinya yang menaruh perhatian besar pada mereka yang terjajah, baik oleh bangsa lain maupun bangsa sendiri. Disana, Orwell menulis secara jujur dan kritis tentang mereka yang tertindas. Banyak hal yang melatarbelakangi perhatiannya, salah satunya sebab ia dan istrinya merasakan sendiri ‘tendangan penindasan’ saat kaum komunis memburu mereka.

Siapapun tau George Orwell cukup melegenda di Inggris, sebagai penulis. Orwell yang bernama asli Eric Arthur Blair hidup dengan mengabadikan dirinya pada menulis. Karya-karyanya sarat akan kritik pada ketidakadilan sosial. Semangat kritik dan sindirannya dalam berbagai tulisan tak hanya dapat dinikmati oleh warga Inggris tapi juga dunia. Karya-karya apiknya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pada tahun 2008, Orwell mendapat peringkat 2 dari daftar 50 penulis Inggris terbesar sejak tahun 1945 versi The Times.

Pun dengan Animal Farm, satu diantara beberapa novel berkonten kritik miliknya yang terbit tahun 1945 silam. Novel Orwell ini kembali terbit dalam terjemahan Indonesia oleh Bakdi Soemanto, Januari 2015 silam. Sebuah alegori politik yang ia tulis pada masa Perang Dunia II sebagai bentuk sindirannya atas totaliterisme Uni Soviet. Pada intinya, novel ini bercerita tentang sekelompok hewan di sebuah peternakan yang berhasil menggulingkan kekuasaan manusia, sang pemilik peternakan.

Seperti judulnya, Orwell memulai kisah novel ini dari sebuah peternakan. Malam itu, setelah Pak Jones pemilik peternakan mengunci kandang dan benar-benar meninggalkan peternakan, semua binatang berkumpul disebuah lumbung besar peternakan. Dibawah komando Si tua Major, Babi tua pemenang sayembara ternak yang amat disegani di Peternakan Manor semua binatang rela mengorbankan waktu tidur mereka untuk mendengarkan apa yang akan Major katakan.

Major sampaikan perihal mimpi aneh yang ia alami malam sebelumnya. Ia suarakan firasat akan hidupnya yang tak lama lagi dan wacana revolusi agar binatang tak lagi mau menerima kesewenang-wenangan penguasa dengan terus hidup sengsara dan menderita. Si babi Major menyadarkan, Hidup seekor binatang penuh perbudakan, begitulah kenyataan yang sebenarnya. Binatang terus dipakasa hidup dalam kondisi sengsara, sedangkan hampir semua hasil produksi dari kerja para binatang dirampok oleh bangsa manusia.

Si tua Major menyimpulkan, semua masalah dirumuskan dalam satu kata : Manusia. Satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa menghasilkan. Tak menghasilkan namun menjadi penguasa atas semua kehidupan binatang.

Akhirnya, cerita tentang mimpi aneh yang dialami Major adalah tentang dunia tanpa manusia. Jelas disini, angin-angin revolusi tengah berupaya dihembusakan Major kepada binatang-binatang lainnya. Malam itu, mereka patri satu cita-cita dibenak masing-masing : kehidupan baru kala manusia di bumi punah. Sang Babi tua yang disegani itu menutup pertemuan dengan menyanyikan sebuah lagu berjudul “Binatang Inggris”, diikuti oleh seluruh penghuni peternakan. Langgam revolusi itu digemakan dengan kegembiraan yang meluap-luap. Tak hanya kali itu namun juga setiap akhir pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya.

Sayangnya tiga malam berselang Sang Major meninggal dalam damai. Namun, pidato dalam pertemuan mereka malam itu tetap menyalakan bara perjuangan pada diri setiap binatang. Adalah dua babi cerdas, Snowball dan Napoleon yang oleh Pak Jones diternakkan untuk dijual. Keduanya jadi babi paling menonjol yang punya tugas khusus mengorganisasi dan mengajarkan binatang lainnya. Pun sebenarnya, tugas ini diberikan secara alamiah sebab pada kenyataannya di peternakan tersebut babi terhitung lebih cerdas dibandingkan yang lainnya.

Snowball dan Napoleon punya kepribadian yang berbeda. Masing-masing lihai dalam kelebihannya sendiri. Snawball cepat dalam berbicara dan menemukan hal baru tapi tak punya kedalaman karakter sedangkan Napoleon berpenampilan garang, tak banyak bicara tapi kerap kali memaksakan kehendaknya.

Babi-babi cerdas tersebutlah yang akhirnya mengelaborasi ajaran Major ke dalam suatu sistem pemikiran yang komplet, yang pada akhirnya mereka beri nama Binatangisme.

Tiga bulan selanjutnya, Juni. Menjelang tengah musim, kala jerami hampir selesai dipotong. Pemberontakan terjadi begitu saja, tanpa rencana sebelumnya. Meski pasti bukan tanpa sebab, Mereka dilecut dengan cemeti oleh Pak Jones dan orang-orangnya. Semua binatang marah.Serempak menyerang. Memblokade semua sisi, Pak Jones ketakutan. Setelahnya, Pak Jones dan semua manusia dipeternakan lari dengan rel kereta dan binatang terus mengejarnya dengan semangat penuh kemenangan.

Setelah pemberontakan, oleh Snowball dan Napoleon dihadapan seluruh penghuni peternakan mengikrarkan Tujuh Perintah yang diperpendek dari prinsip Binatangisme yang pernah digagas Babi Tua Mayor. Tujuh Perintah tersebut diprasastikan di dinding, menjadi undang-undang yang tak boleh diubah danharus dipatuhi.

Semula peternakan berjalan baik. Hasil panen baik, seluruh peternakan dikendalikan dengan lancar. Disaat Snowball kembali pada tugasnya mengajar binatang-binatang lain, Napoleon memisahkan anak anjing dari orang tuanya dan diam-diam melatihnya. Ternyata hal tersebut digunakan Napoleon sebagai bagian dari misinya menjadi penguasa Peternakan Binatang.

Snowball dan Napoleon tak pelak saling memperebutkan kekuasaan, gagasan membangun kincir angin untuk mempermudah kegiatan peternakan ditentang keras oleh Napoleon. Keduanya tak harmonis hingga Napoleon menghalalkan segala cara menjatuhkan Snowball. Akhirnya, peternakan binatang tak lagi baik-baik saja hingga cerita diakhir novel berakhir.

Amanat dalam novel ini tentu tak sesederhana jalan ceritanya. Kekuasaan yang diperoleh dengan tak baik, tentu akan tak baik pula hasilnya. Tapi, pilihan Orwell untuk menyajikannya dalam bentuk fabel ataupun alegori adalah hal yang patut diacungi jempol. Menilik kelebihannya, sajian novel dengan konten kritik politik dalam bentuk seperti ini akan mudah dijangkau semua kalangan, anak-anak sekalipun. Toh, propaganda paling mudah bisa melalui pikiran anak-anak.

Ditulis sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet, Orwell adalah penulis yang sukses menggunakan sastra sebagai medium perlawanan. Orwell ingin katakan negara tak harusnya punya kewenangan untuk mengatur tiap sisi kehidupan orang per orang. Seperti Babi Napoleon yang harusnya tak berhak mengatur jumlah yang harus ditelurkan ayam-ayam betina. Empat ratus telur seminggu.

Totaliterisme lain yang coba dianalogikan Orwell seperti dampak upaya perlawanan terhadap kelompok penguasa yang semena-mena. Ayam-ayam yang memilih memecahkan telurnya sebagai bentuk pemberontakan, justru ditindak kejam oleh Babi Napoleon dengan menghentikan jatah ransum mereka hingga beberapa diantara ayam tersebut mati sebab tak tahan.

Tak dapat dipungkiri, novel ini jelas bisa membuat revolusi tampak seperti sesuatu yang pesimistis. Tak terhindar dari pikiran bahwa setiap pemimpin akan otoriter dan semaunya.

Namun, begitulah sastra pada akhirnya. Kesimpulan tetap kembali pada pembaca.

Comments

Popular Posts