Islamic Center Lhokseumawe, Ikon Markas Islam di Aceh


Aceh menjadi daerah mula islam masuk ke Indonesia. Di Aceh juga kerajaan islam pertama Samudera Pasai berdiri. Dengan tujuan kembali bangkitkan semangat kejayaan islam masa lalu, Sebuah Ikon Markas Islam di Aceh tengah dibangun.

Irmawansyah sedang asik membaca ketika saya tiba di lantai dua pelataran Masjid Agung ini. Beberapa harian surat kabar lokal tergeletak di atas bangku coklat yang ia duduki. Melihat kedatangan saya segera ia sampingkan korannya. Setelah saling tegur, akhirnya saya tahu ternyata ia salah seorang penjaga Masjid Agung di Kompleks Islamic Center Lhokseumawe ini.
Pagi itu bertepatan dengan 28 Ramadhan 1435 H, 26 Agustus. Dari lantai dua pelataran masjid ini suasana tampak sepi. Tak banyak yang beraktivitas di luar masjid ini.
Tadi pun, ketika pertama sekali memasuki gerbang Kompleks Islamic Center Lhokseumawe saya hanya mendapati beberapa ibu-ibu sedang mencuci peralatan masak dan beberapa piring di halaman sebelah kiri masjid. Benar-benar tak terlihat ada aktivitas lain disekitar masjid ini. Padahal begitu memasuki gerbang Masjid Agung ini di lantai dasarnya terdapat ruangan Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe, Majelis Pendidikan Daerah, Majelis Adat Aceh, Baitulmaal Kota Lhokseumawe, Unit Tahfid Al-quran dan perpustakaan sementara.
Keadaan tersebut dibenarkan Irmawansyah. “Biasanya di sepuluh terakhir Ramadhan ada agenda I’tikaf di masjid ini sampai pagi, jadi kalau jam segini yang lainnya baru saja pulang,” jelasnya.
Sedangkan ibu-ibu tadi, Irmawansyah bilang mereka sedang membersihkan perlengkapan memasak dan piring-piring sehabis buka bersama kemarin. Masjid Islamic Center Lhokseumawe ternyata setiap harinya menyediakan kanji rumbi sebagai menu buka bersama dan juga untuk dibagikan ke masyarakat sekitar Islamic Center Lhokseumawe. “Ada empat ratus porsi per harinya, sumbernya ya dari sumbangan masyarakat juga,” jelas laki-laki yang telah bertugas menjaga masjid ini sejak 2005 lalu.
Setelah lama berbincang, saya kemudian mohon diri untuk berkeliling melihat lantai dua hingga lantai tiga masjid seraya menunggu kedatangan ketua kemakmuran Masjid untuk diwawancarai.
Dari pelataran lantai dua masjid ini kita akan mendapati maket rencana pembangunan Islamic Center Lhokseumawe. Dari maket ini juga saya baru mengetahui ternyata selain masjid, di wilayah Islamic Center ini akan dibangun museum, perpustakaan bahkan hingga plaza dan gerai makanan bernuansa islam. Dari sini, ada dua arah berbeda untuk memasuki dalam masjid. Sebelah kanan untuk wanita dan sebelah kiri untuk pria.
Nyatanya masjid ini memang cukup luas. Tiang-tiang besar berdiri kokoh menopang langit-langit masjid. Belum ada ukiran-ukiran atau tulisan lafaz apapun di dinding yang bisa memukau layaknya masjid pada umumnya. Jelas hal tersebut menandakan masjid ini sedang dalam proses pembangunan. Pun dengan, dinding-dinding yang masih tampak susunan batanya serta sebuah tangga besar ditengah-tengahnya. Dari dalam masjid yang sangat luas ini hanya ada sebuah mimbar bewarna coklat penuh ukiran diletakkan paling depan, tepat disebelah kanan saat imam berdiri memandu sholat berjamaah.
Saya berdiri sejenak didalam masjid ini. Merasakan hawa angin sepoi pukul 11.00 pagi membelai wajah. Cuaca diluar memang terik, khas kota Lhokseumawe. Tapi masjid ini justru meredam terik diluar sana dan menggantinya dengan hawa sejuk. Sebab itu pula selain bertadarus di masjid ini sebagian lainnya ada yang memilih tidur dan I’tikaf.
Tak lama duduk dan mengamati sekeliling isi masjid ini, Irmawansyah datang menghampiri saya. Ia datang mengabarkan orang yang saya tunggu sudah tiba.
Adalah Ramli Amin yang kerap disapa Teungku –panggilan untuk ustadz di Aceh– Haji Ramli sebagai Ketua Umum Badan Kemakmuran Masjid menjelaskan sedianya masjid ini mulai dibangun pada 2001 silam dan pembangunannya masih diteruskan hingga sekarang.
Ia jelaskan dengan luas masjid yang mencapai 800 meter persegi mampu menampung hingga sembilan ribu jamaah. “Lebih besar dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh,” paparnya.
Masjid tiga lantai yang berdiri tepat ditengah kota Lhokseumawe ini sengaja dibangun dengan megah dibanding bangunan lainnya sebagai upaya memakmurkan masjid dan sentral pembinaan kebudayaan islam. Teungku Haji Ramli katakan Islamic Center Lhokseumawe jelas berbeda dengan yang lainnya. Dirinya pernah berkunjung ke Islamic Center Surabaya, ia kisahkan disana porsi bangunan gedung yang dibangun lebih besar dibanding masjid. “Masjidnya kecil, bangunan gedungnya yang besar. Kalau kita sengaja buat kebalikannya.”
Upaya memakmurkan masjid mulai digalakkan dengan mengadakan berbagai kegiatan sepanjang bulan Ramadhan. Selain sholat tarawih, tadarus al-quran ada juga ceramah ba’da Isya, Zuhur dan subuh serta kegiatan tahsinul Al-Quran atau kegiatan mengkoreksi bacaan Al-Quran.
Lewat Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Masyarakat (LP3M) yang ada di Masjid ini juga mengadakan kegiatan memakmurkan masjid dengan membuka unit pendidikan yang telah merekrut seribu orang peserta pengajian yang dilaksanakan mulai pagi hingga malam hari. “Ganti-gantian, yang sekolah pagi belajarnya siang atau yang enggak sempat siang belajar malam,” paparnya.
Markas Islam Pertama di Aceh
Diceritakan Teungku Haji Ramli, Islamic Center Lhokseumawe adalah Al Markazul Islami ataupun markas kegiatan Islam pertama yang ada di Aceh. Awalnya Islamic Center Lhokseumawe dibangun pada tahun 2001 dibawah kepemilikan pemerintahan Kabupaten Aceh Utara namun kemudian pada 2007 terjadi peralihan kepada Pemerintahan Kota Lhokseumawe sebab Kabupaten Aceh Utara yang awalnya beribukota Lhokseumawe berganti menjadi Lhoksukon.
Islamic Center Lhokseumawe digagas berdirinya semasa Bupati Aceh Utara Tarmidzi A Karim bersama ulama Aceh Utara dan Ulama Aceh umumnya. Letaknya yang persis di jantung kota Lhokseumawe disengaja untuk menghidupkan kembali nuansa kejayaan Islam di Aceh masa silam.
Sedianya, sejarah mencatat bahwa Islam pertama kali masuk ke Aceh melalui jalur perdagangan di Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga merupakan lambang eksistensi peradaban Islam yang tak hanya berjaya pada bidang perniagaan tetapi juga kebudayaan Islam. “Markas Islam ini akan jadi ikon baru kembali bangkitnya Kerajaan Samudera Pasai,” jelas Teungku Haji Ramli.
Saat ini selain Masjid Agung, tengah diadakan pembangunan untuk museum Samudera Pasai serta Rumoeh Aceh di dekatnya dan pembangunn diniyah sebagai pusat pendidikan. “Nanti juga akan dibangun  perpustakaan, mess tamu, gerai makanan serta rumah imam. Pembangunannya sudah 65% rampung.” katanya.
Tak terasa waktu untuk mendengarkan cerita terhenti oleh alunan azan. Waktu untuk salat zuhur pun tiba, masing-masing kami bergegas. Berwudhu dan kemudian melaksanakan salat zuhur berjamaah di masjid Agung dalam Markas Islam pertama di Aceh.

Comments

Popular Posts