Sepenggal Cerita Ulang Tahun

Bohong jika ku tak haru. Tak mungkin jika ku tak berkesan.


Saat tiba-tiba kalian mengeluarkan kue dan lilin dari dalam tas selepas kita makan siang bersama, lalu kalian memaksakan diri untuk pinjam mancis abang parkir dan menyalakan lilin-lilin kecil yang asapnya memenuhi ruangan Texas sehingga kita panik dan memburu-buru nafas untuk membuatnya padam.

Saat usai rapat harian kalian datang menyanyikan lagu ulang tahun dengan membawa kue berlilinkan angka 21 dan mengelilingiku. Kalian mengagetkanku dari belakang. Bolu coklat dan mentega yang kalian usapkan di wajahku. Ucapan selamat dan doa dari kalian dan Aku yang salah tingkah. Benar-benar tak ku duga.

Saat malam aku pulang dan kalian ada didepan pintu rumahku. Numpang ngecas kata kalian. Padahal lagi hubungi yang lain tapi enggak ada respon. Kue yang akhirnya kita pakai untuk foto-foto di bawah lampu kelap-kelip di pohon rumahku. Terimakasih.

Saat aku buru-buru mau ujian, keringatan karena jalan sepanjang pintu satu dan aku dipaksa buka pintu duluan. Aku bilang aku malu. Iya, aku memang malu karena aku ngulang dan terlambat datang ujian tapi ternyata kalian ada dibelakang pintu dengan cake merah jambu berlilinkan angka 88. Teriakan kalian, nyanyian selamat ulang tahun dan harapan-harapan yang ku aminkan dalam hati membuatku salah tingkah. 


Bohong jika ku tak haru. Tak mungkin jika ku tak berkesan.


Kepada kalian, adakah yang lebih berharga yang bisa kuberikan selain terimakasih dari hati terdalam.


Aku Bahagia.

                                                                            ***                                        
23 Oktober 2015. Usiaku bertambah. Artinya, Tuhan memberi kesempatan menjalankan babak baru untuk perjalanan hidup kedepan. Aku bersyukur, meski sebagian orang bilang ‘usia bertambah jatah hidup berkurang’.
Dulu, saat pertambahan usiaku dirayakan pertama kali pada tahun 2003 aku pernah begitu bersuka cita. Usiaku 9 tahun, masih kelas 3 sekolah dasar. Mamak ngundang teman satu sekolah dan teman-teman main di sekitar rumah. Ada kue ulang tahun berhias bunga-bunga, ada balon warna-warni memenuhi rumah, tak ketinggalan dekorasi kertas bermacam rupa menghiasi seisi rumah.

Aku lihat wajah mamak begitu haru waktu itu. Aku memang enggak ingat apa saja yang mamak sampaikan di sepatah duapatah kata sambutannya. Tapi aku ingat, setelah itu mamak memeluk aku dan kakakku sambil menahan haru dan mencium dua pipi kami. Aku malu-malu karena suasana tengah ramai tapi sekarang aku baru sadar. Ya, ternyata perempuan memang sentimental.

Jika boleh jujur, sebenarnya aku tak begitu ingat apa yang kemudian terjadi selama berjam-jam perayaan itu berlangsung selain momen yang kuceritakan di atas. Tapi yang ingin kusampaikan, sejak saat itu aku jadi merasa momen pertambahan usia adalah satu dari sekian momen yang tak akan kubiarkan berlalu begitu saja dalam hidupku. Karena saat itu, aku merasa semua kasih sayang tengah tumpah ruah kepadaku. Semua ucap syukur orang-orang menghujaniku. Semua cinta dan harapan kebaikan dipanjatkan orang-orang kepadaku.

Shella kecil tengah bahagia kala itu, bukan karena kue dan balon-balon, bukan karena pesta perayaan tapi karena ia sadar orang-orang yang datang menghaturkannya doa-doa atas pertambahan usianya.

Setelah perayaan itu, momen-momen pertambahan usiaku lainnya berlangsung sederhana. Ada kue, do’a, kado kecil atau sekadar ngundang kawan makan ke rumah meski tak rutin setiap tahunnya. Pernah sekali waktu, aku lupa diumur berapa mamak ngajak tidur berdua. Semalaman mamak ceritakan tentang kelahiranku, masa kecilku dan harapan-harapannya di masa depan. Mamak bilang Aku lahir hari Minggu. waktu itu mamak lagi makan siang. “Lagi makan ikan bandeng, Ela ganggu mamak makan.” Aku mendengar sambil tertawa. Pantes ya mak, nafsu makan Ela enggak pernah hilang. Pantes juga Ela enggak bisa berhenti kalau lihat makanan. Haha — entah apa hubungannya—

Di lain momen, mamak pernah diam-diam memberikanku surat. Diletakkan bersamaan dengan kado kecil di dalam lemari bajuku. Aku pikir mamak lupa. Sepulang sekolah, setelah baca suratnya aku banjir air mata. Duh, romantisnya mamak. Sampai setahun belakangan, selalu ada surat di balik kiriman rendang, ikan ataupun kue keukarah dan timphan tiap kali mamak paketkan ke Medan. Oke, ini diluar pembicaraan.

23 Oktober 2012, waktu aku baru aja indekos di Medan mamak tiba-tiba datang. Mamak boleh aja bilang, “Ela jangan ge-er,” karena hari itu bertepatan dengan hari ulangtahunku tapi rasanya aku memang enggak bisa enggak gede rasa atas kehadiran mamak yang tiba-tiba pada pukul 07.00 pagi di depan pintu kos.

Mak, Ela enggak punya alasan untuk enggak membahagiakan mamak sedetikpun :’)

Tapi akhir dari tulisan ini bukanlah tentang betapa selebrasi pertambahan usia adalah hal yang istimewa. Aku tak pernah menyangka. Meskipun, seperti yang telah ku katakan diatas bohong jika aku tak haru dan bersuka cita atas banyak hal yang kalian lakukan di hari ulang tahunku. Tahun ini, di usia 21 tahun Aku seperti menemukan kembali diriku yang dulu. Ada di tengah orang-orang yang kasihnya kudapatkan kembali. Jadi bagian dari kebahagian orang-orang, kebahagian kalian. Aku tak pernah berharap banyak hingga hari kelahiranku tiba dan kalian ada untuk mengingatnya.

Teruntuk itu semua, adakah yang lebih indah dari ucapan aku begitu mencintai kalian?

Seperti Shella kecil yang begitu bahagia dengan panjatan doa orang-orang disekelilingnya. Kini, Aku jadi semakin bahagia sebab sadar tak hanya doa, orang-orang juga menyayangiku.


Maukah kalian tetap memberiku cinta yang sama sampai usiaku selanjutnya bertambah, semakin bertambah dan semakin bertambah.



Popular Posts