Kota dan Orang-Orang yang Menantang Hujan


Di kampungku, hujan deras berarti tanda dari alam untuk menepi, membiarkan diri dan sekitar sejenak sepi, memberi perlindungan diri agar tak sakit kepala esok hari. Seingatku, kala hujan deras tiba jalanan pasti sepi dan rumah-rumah penuh kembali.

Tapi ternyata hujan di tengah kota memberi cerita yang berbeda.

Malam tadi, sepanjang jalan pulang aku melihat orang-orang kota ini justru menantang hujan. Abang ojek online tetap memacu sepeda motornya kencang dengan penumpang berbalut mantel di belakang. Bapak-bapak pekerja penanam pipa tetap menggali liang di pinggir jalan, mungkin karena ada kerjaan yang kejar tayang.

Anak-anak berlari tanpa alas kaki di sisi kiri lampu merah, bahkan ada yang masih pakai seragam sekolah. Pak ogah apalagi, hujan deras sama sekali bukan alasan untuk undur diri dari dinginnya jalanan malam ini.

Hujan di kota berbeda, ia tentu rahmat yang harus kita syukuri tapi sekaligus cobaan peningkat rasa sabar dan lapang dada bagi sebagian orang seperti; bapak penjual nasi goreng keliling yang kulihat sedang berteduh jongkok di dekat pos satpam komplek rumah, memangku dagu, menatap nanar hujan disebelah gerobak yang kacanya tak terhindar dari basah.

Semoga rahmat yang didapat semua orang malam ini sama banyaknya seperti butiran-butiran hujan yang turun tadi.

Comments

Popular Posts